Blog Yayasan Salib Suci merupakan wadah berbagi info,opini dan pengalaman dari para guru maupun siswa siswi yang berada di bawah naungan Yayasan Salib Suci. Terima kasih sudah membaca dan mengunjungi blog kami.

Terpopuler

Slide Foto

Minggu, 27 November 2011

Menanamkan Semangat Kewirausahaan pada Anak-anak Melalui Entrepreneur Day

Oleh : Monita Christianti

Ir. Ciputra pernah berujar,”Bangsa Indonesia sulit maju karena minimnya semangat entrepreneurship”. Anda yang tidak setuju atau ragu dengan pernyataan itu tentu akan berkilah,” Ah, masa sih?”. Sedangkan Anda yang setuju pasti akan manggut-manggut. Kalau saya sih,” Ah, entahlah, itu kan pendapat sang taipan yang memang entrepreneur sejati dan memang sangat maju”, lho….. Lain lagi dengan para wakil kita yang terhormat, yang mungkin berpendapat,”Bangsa Indonesia sulit maju karena presidennya bukan dari partai saya”. Ini sih, tidak ada hubungannya dengan entrepreneurship atau kewirausahaan.

Apapun, yang jelas berbicara tentang entrepreneurship, Pak Cip lah maestronya. Ia menginginkan dunia pendidikan nasional memasukkan subyek ini ke dalam kurikulumnya, sehingga sekolah tidak hanya menghasilkan para pencari kerja, melainkan juga berani berinovasi dalam menciptakan lapangan kerja. Jadi juragan untuk diri sendiri, gampangnya. Baru kemudian menciptakan lapangan kerja untuk orang lain.

Pada hari Rabu, tanggal 5 Oktober 2011 yang lalu, PG-TK Santo Agustinus Bandung menggelar entrepreneur day. Masing-masing kelas menghasilkan produknya masing-masing dan dijual di halaman sekolah. Kelas PG menjual produk : bola-bola coklat. Kelas TK A : tempe goreng tepung. Kelas TK B1 : sop buah. Kelas TK B2 : bala-bala. Pembelinya ? Mama dan Papa dong. Eh juga ada oma, opa, tante, oom,dan lain-lain. Suasananya? Persis pasar, rame. Ngomong-ngomong, mengapa yang dipilih produk makanan ya? Apakah anak-anak itu tahu, bahwa mama dan papanya tukang makan ya? Atau mungkin anak-anak itu tahu bahwa bisnis makanan adalah bisnis yang menarik. “Makan”, kiwari bukan hanya sekedar kegiatan “wajib” untuk mengenyangkan perut dan “isi ulang” tenaga, tetapi sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Kalau orang Barat sih bilang, “You are what you eat”. Kita tengok saja di sentra-sentra kuliner, kaga ade matinye, selalu kebanjiran pengunjung.

Tapi yang pasti, alasan menentukan makanan sebagai barang dagangan pada kesempatan ini, karena sekolah ingin memperkenalkan bidang usaha yang paling dekat dengan anak dan pembuatannya dapat dikerjakan oleh anak, yaitu makanan sederhana, bukan semata-mata karena Mama Papa doyan jajan lho…..(gitu kata Ms. Carol)
Lantas, apa saja rangkaian aktivitas anak-anak dalam rangka entrepreneur day itu? Ya bak entrepreneur sejati, tetapi dalam konteks yang sangat sederhana. Anak-anak dilibatkan dalam menentukan produk yang akan dijual, menentukan bahan, belanja (yang ini pasti miss-miss nya), mengolah bahan dan menjualnya, sampai dengan menghitung dan membagi laba. Kepada mereka diberikan penjelasan apa itu modal dan laba. Menarik bukan? Paling tidak sekolah ini ikut menanamkan semangat entrepreneurship di jiwa anak-anak kita. Semoga menjadi generasi muda dalam lingkungan yang memiliki budaya entrepreneurship.

Selasa, 15 November 2011

KB-TK St. Yusup Cikutra Memperingati Hari Pangan Sedunia, MARI BERKUMPUL, BERSYUKUR , & BERBAGI

Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh di tanggal 16 Oktober 2011 lalu, KB-TK St.Yusup Cikutra mengadakan acara yang menarik berupa ‘LOMBA MEMASAK’ untuk KB –TK . Acara ini memang didasari oleh keinginan bersama untuk berkumpul antara guru, murid dan orang tua untuk menyediakan /memasak bersama kemudian bersama-sama bersyukur atas rejeki yang masih diberikan Tuhan berupa makanan yang akan disantap serta diakhiri dengan berbagi makanan dalam perjamuan makan bersama....sesuai dengan tema yang diambil ‘MARI BERKUMPUL BERSYUKUR & BERBAGI.....’,
Kegiatan ini memang baru pertama kali dilakukan oleh komplek KB-TK-SD St.Yusup Cikutra. Walaupun baru pertama kali guru, anak-anak dan orang tua murid sangat antusias. Terlihat dari berbagai persiapan yang sudah dilakukan sehari sebelum acara , berupa persiapan kostum untuk anak-anak , bahan makanan dan pembagian tugas untuk keesokan hari . Terlihat bagaimana kompak dan antusiasnya mereka semua saat mempersiapkan acara....
Acara ini tidak hanya menekankan pada makan bersama tetapi menanamkan pula nilai-nilai moral pada anak. Melihat keadaan dunia mengenai ketahanan pangan di negara berkembang maupun di negara miskin yang masih rentan bahkan sangat kekurangan, maka hendaknya anak-anak perlu ditanamkan nilai-nilai moral seperti tidak membuang-buang makanan dan mau berbagi dengan sesama yang membutuhkan. Melalui kegiatan ini pula anak-anak diajak merefleksikan itu semua melalui film yang ditayangkan di awal acara. Rasa empati anak-anak digugah melalui penayangan film ini...potret kemiskinan dan kontradiksi kemewahan yang sangat kontras memang menggugah anak untuk menyadari bahwa ‘saya lebih beruntung dari mereka’


Penanaman nilai lain berupa kerjasama dan kekompakkan juga terlihat dalam acara ini, Setelah anak-anak menonton film dan merenungkannya mereka diajak langsung terjun ke stand kelas untuk mengolah bahan makanan untuk dijadikan santapan mereka nantinya. Sebelum memulai masak , anak-anak diperkenalkan dengan bahan yang akan diolah menjadi masakan ....ada yang mengolah jagung, brokoli, wortel, bayam, daun singkong, dan kacang merah. Semua bahan makanan itu diolah menjadi makanan yang unik dan rasa yang enak tentunya, ada rolade daun singkong, jus brokoli, es kacang merah, misoa wortel, sup bayam, dan crepes jagung ....proses demi prose memasak bahan tersebut diikuti oleh anak-anak dengan tertib, antusias serta dibarengi dengan tingkah polah yang menggemaskan karena rasa ingin tahu yang tinggi..



Waktu yang diberikan untuk memasak yaitu satu setengah jam ,benar-benar dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk menghasilkan menu spesial dan anak-anakpun benar-benar konsisten untuk menyelesaikan masakannya....dan hasilnya sungguh LUAR BIASA.......Masakan sudah selesai saatnya bersantap bersama ....sungguh nikmat makan bersama teman, guru dan mama-papa....


Tiba saat pengumuman pemenang dag...dig...dug...mendengar pengumuman yang akan dibacakan ...dan ternyata crepes jagung dan es kacang merahlah pemenangnya....SELAMAT.....
Acara ini memang dikemas dengan baik sehingga tidak menjemukan dan berkesan ...diharapkan acara ini menjadi acara tahunan menjadikan pula promosi proses bagi KB-TK St.Yusup Cikutra......GO FORWARD !!!!!!!!

Jumat, 11 November 2011

Open House SMA Santa Maria 1 - Bandung, Move, Shine, and Be No. 1

Open House SMA St. Maria 1 berlangsung pada tanggal 20 – 21 Oktober 2011. Acara diawali dengan tabuhan meriah jimbe anak-anak ekskur perkusi asuhan Pak Jiner, yang selanjutnya mengiringi ‘gymnastic performance’ pimpinan Pak Andi Supriadi, guru penjaskes SMA St. Maria 1. Pst. F. Samong, OSC selaku Kawil Piramida menyampaikan sambutan dilanjutkan dengan pemukulan gong oleh Bpk. Sugiman selaku Manager Pendidikan YSS. Pada acara pembukaan ini diresmikan juga web sekolah dengan alamat www.santamaria1.sch.id.
Tahun ini Open House SMA St. Maria 1 berbeda dengan Open House tahun sebelumnya. Kegiatan ini dimeriahkan dengan event Modern Dance Competition antar SMP di kota Bandung. Lomba ini diikuti oleh 12 grup Modern Dance dari SMP-SMP YSS dan luar YSS. SMPK 1 Penabur berhasil meraih penilaian tertinggi dari para juri. Peringkat kedua diraih oleh SMP Taruna Bakti , dan ketiga diraih oleh SMP Ignatius Slamet Riyadi. Tak ketinggalan, SMP St. Yusup pun berhasil membawa pulang piala sebagai Juara Favorit.


Panggung lomba menjadi lebih semarak dengan berbagai ‘art performances’ persembahan para siswa SMP maupun SMA. Angklung dari SMP St. Yusup tampil imut namun memukau, demikian juga dengan kabaret, akustik, band, breakdance, sampai pom-pom boy yang benar-benar ‘amusing’ persembahan B-Boys alias Beautiful Boys.
Kegiatan lain dalam acara Open House ini adalah Pameran Sains yang meliputi sain Fisika, Kimia, Biologi dan IT, pameran berbagai karya Seni Budaya, Bahasa, Fotografi, serta yang kegiatan yang paling ‘exciting’ bagi anak-anak - Class Business Competition - yang dikemas dalam bentuk bazaar dari para siswa SMA St. Maria 1. Stand sains yang paling padat pengunjungnya adalah sains biologi yang menawarkan analisa sidik jari hanya dengan Rp 5.000!
Ruang seni budaya menampilkan karya-karya seni siswa berbentuk 2 dan 3 dimensi; lukisan, tembikar, maket, sampai karya-karya dari pelajaran PLH yang memanfaatkan barang bekas. Penataan ruang seni yang apik menjadikan pameran karya seni ini jauh lebih hidup dari pada pameran sebelumnya.
Tak kalah menarik dan kreatif adalah ruang pameran Bahasa dan IPS, demikian juga di ruang pameran fotografi. Sayangnya, karena keterbatasan ruangan, karya seni yang satu ini harus bersatu dengan ruang PSB yang sengaja dibuka untuk melayani informasi PSB dan penjualan formulir. Akan lebih jelas dan puas jika kita mengunjungi sendiri web SMA St. Maria 1 di www.santamaria1.sch.id untuk melihat kegiatan ini.
Terselenggaranya kegiatan ini tidak lepas dari dukungan dan kerjasama sekolah dengan berbagai pihak selain dukungan YSS. Tahun ini Tim Pemerhati Pendidikan SMA St. Maria 1 berperan aktif dalam penggalangan dana. Demikian juga dengan para sponsor seperti Ganesha Operation, Intract, dan Dale Carnegie Training. Kerjasama dan donasi dari para orang tua berupa pembelian kupon dan uang tunai juga sangat membantu kelancaran Open House 2011 ini.
Congratulations! It’s time for SMA Santa Maria 1 to Move, Shine, and Be Number One !!

> Murnijati

Rabu, 07 September 2011

Pembelajaran TK Santo Agustinus: MENYENANGKAN DAN BERMAKNA

Menyenangkan dan bermakna…itulah kalimat tepat yang bisa kami simpulkan untuk merangkum gambaran rangkaian pembelajaran yang kami sajikan pada tahun pelajaran 2011-2012 ini. Dengan menggunakan Kurikulum Nasional yang dikemas menggunakan Metoda Montessori yang disesuaikan dengan visi sekolah dan disampaikan secara terintegrasi serta dikembangkan dalam metode pembelajaran tematik dengan menggunakan model pembelajaran AREA, kami berupaya untuk menyajikan pembelajaran yang menarik dan mengundang anak untuk terus mengikuti pembelajaran dengan antusias dengan muatan materi yang bermakna dan sangat berguna bagi kehidupan mereka terutama dalam memahami konsep-konsep dasar. Kita simak model aktivitas pembelajaran yang dialami langsung oleh anak-anak PG-TK Santo Agustinus.

Kezia Yemima Became The Third Winner

Achievement can be achieved by every student in every school as long as they are willing to work hard. Kezia Yemima Tuju, one of SMP Santa Maria Students, became the third winner of National English Speech Contest called “Erlangga English Speech Contest 2011” that was held by Erlangga Publishing Company in July 9th 2011 in Cilandak Town Square Jakarta.

Before joining the National English Speech Contest in Jakarta, she became the first winner of Erlangga English Speech Contest 2011 for West Java region that was held in June 28th 2011 in Metro Indah Mall Bandung. These achievements were the proofs of Kezia’s willingness to work hard so that she could achieve two of the best achievements in her life. Congratulation to Kezia! Hope these achievements can be inspiration for her friends in SMP Santa Maria and all students in Indonesia.

(Santi Dyah Ikasari - SMP Santa Maria, Bandung)

Senin, 13 Juni 2011

LIONS QUEST PROGRAMME

LIONS QUEST PROGRAMME
Cipayung, 12 – 13 May 2011

 

We believe the children are our future

Teach them well and let them lead the way

Show them all the beauty they possess inside

Give them a sense of pride to make it easier….

That’s a part of a song, sung by Whitney Houston. That is one of my favourite songs.That song is very inspiring and gives me spirit to guide the children and young people. That was also the spirit that made me say : “YES, I will join this program”, to the Lions Club invitation. Lions Club invited me to join their program named : Lions Quest. The goal of this program is to help young people develop their self-confidence, build their strength for a safe and healthy approach of life, free from the harm of drug abuse and violence. It will be given by Ms Frances Portillo from the USA. When I heard about this program I spontaneously said :”Wow, that’s me. I will join the program!”.

The training was held in Pondok Remaja Cipayung Bogor. I joined the second group (May 12-13). I met Ms Roslina from St. Aloysius Bandung there. I was very surprised to meet the participants of the schools which I never heard them before, like SDN Cikarang, Pa Hoa, SMPN Tambun, and so on. So, there were only 3 schools from Bandung participating in this program. The training itself was given in English.

When somebody asks me about what materials I got in the training? I can’t answer it certainly, but if they ask me “What did you get?” I can answer it confidently :” THE SPIRIT”. Yes, the spirit to guide the children and young people growing up. No theory, no materials. For 2 full days Ms. Frances invited us to pull out our spirit for loving and caring children and young people. The spirit for loving our students is : having passion for them so that we (teachers) will give and serve our children the best. We went home bringing a workshop guiding book, the SPIRIT and commitment to spread the Lions Quest program to our friends at school. So we can walk hand in hand to guide the children and young people growing up.

This program is one of Lions Club’s programs which has already held in 50 countries. It is the first for Indonesia. So everyone called just wait for the next Lions Quest training program. Hopefully it can be given in Indonesian Language.

 

CAD Prastyaningsih
Counsellor  of Slamet Riyadi School, Kb. Kangkung,Bandung

Minggu, 12 Juni 2011

LIONS QUEST Workshop

 

LIONS QUEST Workshop

by:  Murnijati
(Head Master of  St. Maria 1 Senior High School,Bandung)

 

Iin turn, expanining our ideas about youth As a teacher, I have always been interested in everything dealing with education. The issue of education which is often discussed today is character building or character development. However, honestly, I had no clear description about what it is and how to implement this in my school. Character development is a matter of behavior, values and life skills, which I know, are not easy to deal with, moreover those of teenagers in big cities. But, thanks God, I was then introduced to the LIONS QUEST Workshop, a Lions Club’s Program in education. This workshop lasted for two days, 12 – 13 May 2011, in Cipayung, Bogor, attended by around 23 participants consisting of teachers from various subject backgrounds, principals, as well as social workers. The goal of the workshop is to prepare us to help, guide, and support the positive development of youth so that we or the school community can best support the development of capable, healthy, and caring young people with strong character and desire to serve.

From this workshop, I got not only the understanding about the important life skills and character development for young people, but I also learned how to implement them in my school since all participants were really involved in some model classroom activities. The activities simulated through the workshops were really practical. The curriculum or materials of the program are graded in such a way that they are applicable for students of primary to secondary education. We are just to adapt them with the condition of our schools or students.

with participants  from SMP St. Maria Cirebon and SMPN 25 Jakbar I saw and felt that every single activity done in each session give me enlightenment; from grouping students or children, various energetic dynamic classroom activities and how to manage them, delivering materials and assignments, drug information guide, to conducting parent meeting. The participants got two advantages at the same time; learning the materials of the program as well as learning how to implement them in class, schools, or even in the community outside the schools. I also learned a lot from Ms. Frances Portillo as a trainer and a teacher. She was really professional. She was very friendly, attentive, energetic, but she was firm as well. She made the whole sessions of the training exciting. What an ideal model of a teacher!

One more thing. I was really amazed to see how teachers from other schools speak English. They are kindergarten teachers to principals of secondary schools, and they are not English Department graduates! I would like to invite all teachers to see how teachers from other school have make progress so that they have great self confidence and keep ‘survive’ as ‘up to date’ teachers. If they can make it, then we can, too. Even we can do better than them.

Finally I would like to say that the program I attended is inspiring and encouraging me to do my best for the youth of my people start from my own school community.

 

Bandung, June 1 2011

Rabu, 25 Mei 2011

Ya, Aku bisa ! Mathemagics Competition…

Satu prestasi diraih oleh SD Talenta ditengah-tengah keraguan akan eksitensi dan kualitas pembelajaran di SD Talenta. Tidak tanggung-tanggung, SD Talenta mendapatkan juara 1 dan juara umum untuk perlombaan olimpiade Matematika kategori kelas 1, yang diadakan oleh Be Smart Mathemagics hari Minggu 1 Mei 2011, bertempat di Aula SD Santa Angela, pukul 08.00-13.30 wib. Sedangkan Juara 2 diraih oleh Natasha Shayla Afifah dari SDN Nilem 1 dan Bryan Kuncoro dari Santa Angela mendapatkan Juara 3.

Perlombaan ini dihadiri oleh sekitar 245 siswa SD kelas 1 – 6 dari sekolah-sekolah yang ada di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, diantaranya sekolah Darul Ihkam, BPK Penabur, St. Aloysisus, SDN Merdeka, SDN Banjarsari dan Angela.

clip_image002Jason Enrico Manuela adalah siswa kelas 1 SD Talenta yang memenangkan juara 1 sekaligus juara umum pada perlombaan olimpiade matematika ini. Kemenangan yang diraih Jason, tidak hanya membuat bangga dirinya dan orang tuanya, tapi juga sekolah dan jajaran pendidik di SD Talenta. Keberhasilan Jason tidak dapat dipisahkan dari peranan, dukungan dan bimbingan terus menerus yang diberikan oleh Kawil, Kepsek dan guru-guru di SD Talenta.

Prestasi Jason bukan semata-mata sebuah prestasi individu, tetapi juga merupakan sebuah prestasi bagi tim sekolah SD Talenta. Ini adalah salah contoh praktik terbaik (best practice) yang bisa disebarkan untuk memberikan motivasi dan inspirasi bagi sekolah-sekolah di lingkup Yayasan Salib Suci.

Pendidikan adalah sebuah investasi jangka panjang, sudah selayaknya kita lebih menekankan kepada proses daripada hasil itu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh John DeweyPendidikan adalah proses sosial. Pendidikan adalah perkembangan. Pendidikan, bukan persiapan untuk hidup, pendidikan adalah kehidupan itu sendiri”. Ibarat mencari harta karun, itulah yang harus kita lakukan sekarang. Memastikan bahwa proses berjalan baik dan mencari bakat-bakat terpendam siswa maupun guru yang bisa menjadi contoh praktik terbaik lainnya

(E. Roseanty Agustina-de Saint vis)

SMA TALENTA Team Brings Home the Bacon

 

image
Pose for Excellence: (from left) Mr. Sapta (English Mentor),Laurencia Bella, Clarissa Maretha Sulaiman,
Nicholas Zherenovski, Christian, Evan William Chandra, Ms. Mega and Ms. Rose (English Mentors).

 

A day to celebrate! This was the cheerful shout of the SMA TALENTA students who grabbed three (3) rewarding trophies from the English Days Competition held at Parahyangan University on February 18, 2011.

The students were overjoyed about the result of the contest since they were able to bag two (2) First Place award and one (1) Third Place prize. Laurencia Bella, Grade 10, won the First Prize for an all out performance in the VJ Hunt category. While Nicholas Zherenovski, Grade 11, won the Third Prize for the same event. Quiz Bee team, Evan William Chandra, Christian Heryakusuma and Clarissa Maretha Sulaiman (all Grade 11), competently won the First Prize.

“It was a nice experience, I and my friends had fun during the competition and we barely even felt nervous” said Evan (Quiz Bee contestant). SMA TALENTA participants all agreed to join the competition to experience English fun as they regarded themselves English enthusiasts. Laurencia Bella (VJ Hunt first place) said, “I like learning English but the experience I had during the competition made me love English, now, I become more passionate in watching and listening to movies, videos and songs which are in English. I also gained more confidence in speaking it.”

Dance Mania

We did it!

clip_image002[5]On March 28 and 29, 2011 selected students of SMA Talenta followed the dancing competition at Parahyangan University. They were Geges, Gideon, Santana and Michael who were members of the Modern Dance extra-curricular activity of the school.

There were 15 dance teams of the competition which came from the different schools around Bandung. TALENTA team told that this competition was challenging because each group must perform the best dance movement combinations of traditional and modern dance.

clip_image002[7]There were two stages of the dance competition where both TALENTA team get the chance to perform their best. And it was indeed a fruitful result for them having spotted the second place.

TALENTA dance troupe admitted that it was quite difficult for them to expect for a place in the competition since all the other teams were indeed great in their performances. However they also shared that it was their dancing passion and enthusiasm that made them excel from other groups.(Carlos Siga)

Ketika Angklung Menyatukan Perbedaan

 

Ketika Angklung Menyatukan Perbedaan

oleh: Roseanty de Saint Vis
(Asisten Direktur YSS)

 

IMG_5551 Kekayaan budaya dan kesenian Indonesia sering membuat negara lain kagum dan berusaha untuk dapat belajar banyak dari Negara kita. Banyak dari budaya dan kesenian kita lahir dari permainan lokal rakyat, yang kemudian menjadi budaya nasional, seperti Angklung.

Angklung identik dengan musik kesenian daerah khas Jawa Barat, akan tetapi pada jaman dahulu di beberapa daerah seperti Bali, Madura dan Kalimantan Selatan, kesenian Angklung juga digunakan untuk mengiringi upacara-upacara sakral seperti ngaben di Bali, arak-arakan di Madura dan tari kuda gepang di Kalimantan Selatan Atau bahkan di Serang, digunakan sebagai pengiring mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah penyakit.

Sejak kapan Angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti, namun Angklung tertua dengan usia mencapai 400 tahun, merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat.

Daeng Soetigna, lahir di Garut 13 Mei 1908 dan menetap di Kabupaten Kuningan, adalah orang yang berhasil mengembangkan Angklung menjadi Angklung diatonis (Angklung modern) yang sekarang dikenal secara internasional. Beliau dikenal sebagai the father of Angklung. Tokoh penting lain dalam perkembangan Angklung modern di Jawa Barat adalah Udjo Ngalagena. Berkat usaha kerja keras dari kedua tokoh ini, maka Angklung saat ini dapat disejajarkan dengan musik barat. Terkenalnya musik tradisional angklung Jawa Barat ini membuat banyak pihak dari Negara lain mengklaim bahwa Angklung adalah tradisi kesenian lokal mereka.

IMG_5541 Ditengah maraknya pengklaiman musik Angklung, SMP Santo Yusup Bandung, mendapat kehormatan untuk menunjukan kepiawaian siswa-siswanya dalam memainkan Angklung di Singapura pada kegiatan “1st Singapore Angklung Symposium” yang diselenggarakan di Raflles Girls’ School, tanggal 16-17 Juni 2008. Pertunjukan konser Angklung ini mendapatkan sambutan luar biasa meriah dari perwakilan/peserta, khususnya dari 10 sekolah di Singapura.

Perbedaan bentuk-bentuk fisik angklung mampu disatukan dalam harmonisasi nada yang indah. Peserta dibuat terpukau dan kagum dengan kecekatan siswa siswi SMP Santo Yusup memainkan lagu-lagu daerah Indonesia, lagu-lagu barat sampai musik klasik dengan angklung. Suatu prestasi yang cukup diacungkan jempol.

Keberhasilan 31 siswa siswi SMP Santo Yusup tidak terlepas dari keterlibatan Kepala Sekolah, Guru dan Pemangku Kepentingan dilingkup jajaran SMP Santo Yusup. Kegiatan ekstrakulikuler yang bukan saja menumbuh kembangkan minat siswa siswi dalam musik tradisional Angklung, tetapi mampu membuat siswa siswi SMP Santo Yusup mencintai dan menyadari peran mereka dalam melestarikan musik Angklung. Tidak hanya itu, Angklung mampu menyatukan perbedaaan ras dan budaya siswa siswi dalam ketukan nada-nada yang mampu membuat kita terhanyut dalam keharuan.

Hal yang perlu dicontoh bagaimana kegiatan ekstrakulikuler yang tadinya hanya merupakan kegiatan internal sekolah, mampu berkembang menjadi andalan dan kebanggaan sekolah secara eksternal. Bhineka Tunggal Ika dapat terlihat ketika Angklung menyatukan perbedaan dalam ketukan irama secara harmoni.

Minggu, 22 Mei 2011

Karya:

Penulis: Eddy Sukmana (Divisi Komputer)
Dimuat di : Koran Media Indonesia
Kolom: MOVE
Terbit: Minggu,15 Mei 2011

lihat selengkapnya>>

MOVE MI 15 MEI 2011

Kamis, 19 Mei 2011

SMA Talenta Meraih Peringkat 3 Pada Event Life Science Symposium

Anglo Chinese School (ACS) di Singapura mengadakan perlombaan Life Sience Symposium (LSS) setiap tahunnya. Perlombaan ini telah diikuti oleh berbagai negara seperti Indonesia, India, Vietnam, Malaysia, dan Mexico.
Dalam perlombaan ini peserta diharuskan membuat sebuah karya sesuai tema yang telah dianjurkan. Karya tersebut akan dinilai oleh panitia sesuai dengan tanggal yang telah ditentukan. Setelah proses penilaian, panitia pun akan mengumumkan peserta mana saja yang masuk 10 besar. Peserta yang berhasil mendapatkan peringkat 1 – 10 itu akan pergi ke Singapura untuk melakukan expo.

Para peserta LSS tahun ini hanya dari Negara-negara ASEAN. Hal itu dikarenakan event LSS tahun ini bertepatan dengan ulang tahun ACS ke-25 yang merupakan event besar mereka tahun ini.
Tema LSS tahun ini adalah CREARE yaitu creativity and productivity.

SMA Taleta yang juga mengikuti kompetisi ini melakukan penelitian pemanfaatan kulit pisang menjadi cuka. Topic ini merupakan penelitian dari Ibu Septy Nuraelis,S.Si, guru biologi SMA Talenta. Penelitian tersebut kemudian dikembangkan oleh siswa siswi Talenta yang terdiri dari Clarissa.A, Maggie.T.D, Regina .N, Malvin.M dan Ibu Anita Kurniawan,ST sebagai guru pembimbing dengan melakukan perubahan pada cara kerja dan bahan baku.

Untuk symposium tersebut, tim SMA Talenta membawa hasil penelitian, presentasi dan display flowchart untuk di pajang di tempat expo. Dalam ajang itu, penjurian dilakukan dua kali yaitu berdasarkan papper dan presentasi yang dilakukan di tempat expo.

Tim SMA Talenta mendapatkan posisi juara ke-3 pada pembuatan papper dan juara ke-2 pada presentasi hasil penelitian. Kesan yang kami dapat selama acara adalah LSS ini adalah event tahunan yang menarik dan merangsang siswa dan guru untuk selalu berinovasi. Banyak hal yang dapat di adaptasi dari sekolah ACS. Semoga SMA Talenta dapat berprestasi lagi pada event LSS mendatang

(Clarissa A dan Anita.K/SMA TALENTA)

Guru adalah Tukang EmasPengetahuan


 
Guru adalah Tukang Emas Pengetahuan
oleh:Sebastian Sambi (guru Sekolah Talenta)
 
“Anda harus menghilangkan banyak kotoran agar mendapatkan emas”
IMG_5452 Begitulah petuah sang guru ketika hari pertama saya dan kawan-kawan belajar di sebuah sekolah menengah atas (SMA) di pelosok negeri ini. Secara implisit petuah ini mau mengatakan bahwa eksistensi kami sebagai siswa-siswi baru adalah emas yang belum ditempa dan dengan masuk sekolah itu berarti kami siap ditempa dan tukang/ahli tempanya adalah guru-guru di sekolah. Petuah ini pulalah yang saya bagikan kepada siswa-siswi ketika hari pertama saya mengajar. Bahwa anak-anak didik merupakan emas yang siap ditempa. Emas itu ialah apa yang kita cari dari siswa, dan pada beberapa emas bersinar di permukaan sedangkan pada beberapa yang lain tersembunyi dalam di tanah.
Pertanyaan menantang yang hampir mengganggu kesadaran setiap guru adalah dengan cara apa atau teknik tempa yang bagaimana yang perlu kita pakai guna menemukan dan memurnikan motivasi siswa-siswi kita untuk memiliki hati, pikiran dan prilaku emas?
Setiap guru memiliki metode atau cara tersendiri dalam mengajarkan anak didik menjadi seorang pribadi yang berhati dan berpikiran emas. Pengalamanku sendiri bahwa ada guru yang paling disukai siswa dan ada yang tidak. Hal ini menjadi biasa, karena umumnya begitulah kita hidup di dunia ini – ada orang yang kita sukai ada yang tidak. Namun menjadi istimewa bila kita menemukan bahwa meskipun pelajaran yang diajarkan guru tersebut adalah pelajaran yang paling dibenci banyak siswa (ilmu eksata dan hafalan), mereka tetap mengikuti pelajaran tersebut dan menikmatinya. Ketika saya bertanya kepada siswa apa yang membuat kamu suka atau rajin ke sekolah, mereka menjawabnya dengan polos karena guru-gurunya menyenangkan. Lalu saya bertanya lagi, menyenangkan seperti apa? Siswa/siswi mengatakan: umumnya guru-guru memperlakukan anak-anak didiknya sebagai sahabat mereka.
IMG_5909 Jawaban yang diberikan siswa-siswi di atas kontras dengan nasihat yang pernah saya dengar dari salah seorang rekan guru senior yang mengatakan: “Jangan dekatkan emosi terhadap siswa, Anda dapat tersiksa dan kewenangan Anda akan tergerus” atau “Jika siswa Anda melihat Anda sebagai teman, Anda tidak dihormati.” Apa yang dikatakan rekan guruku ini seolah mendapatkan justifikasinya ketika di lain waktu saya mengikuti sebuah seminar dari seorang professor pendidikan yang mengatakan bahwa “tidak penting siswa menyukai guru mereka. Akan tetapi, mereka harus menghormati guru.” Dan nilai inilah yang kita tanamkan kepada anak didik kita selama ini. Bagi saya hal ini memang benar adanya, namun lebih benar lagi bila di dalam mendidik siswa-siswi seorang guru perlu berpikir seperti yang dikatakan SiriNam S. Khalsa, dalam bukunya yang berjudul “Teaching discipline & Self-respect” bahwa guru merupakan wiraniaga, dan pikiran sehat menuntut agar Anda jangan menjual sesuatu kepada seseorang jika mereka tidak menyukai Anda atau Anda marah kepada mereka. Dari sini kita bisa melihat bahwa kesuksesan seorang guru dalam mengajar terletak bukan pada transfer pengetahuan dan anak mengerti yang kita ajarkan, melainkan pada seberapa dekatkah kita membangun sebuah hubungan positif dan bermakna dengan siswa mereka. Dan hubungan itu membuat mereka terkesan sehingga termotivasi mengembangkan sebuah kehidupan yang baik. Lanjut SiriNam bahwa kita perlu memperlihatkan secara aktif kepada siswa bahwa kita dengan tulus memperhatikan mereka, dan membangun hubungan guru-siswa yang sehat dan bersahabat tanpa berupaya menjadi teman pribadi tiap siswa.
Dengan kata lain, pertama-tama yang perlu kita bangun dalam menjalin hubungan yang positif dengan siswa adalah buatlah supaya mereka tertarik dengan kepribadian kita, cara kita mendengarkan, berbicara, menghargai pendapatnya, memberikan apresiasi dan menegur mereka dengan kasih bukan karena rasa jengkel/dendam dikala mereka melakukan pelanggaran. Karena guru adalah sahabat tetapi sekaligus wiraniaga pengetahuan, mau tidak mau ia harus mampu melakukan pendekatan yang baik ke pelanggan/konsumen pengetahuan, agar sang konsumen/siswa suka akan produk pengetahuan yang dijualnya. Dan tentu hal itu baru dapat terjadi apabila sang guru dan murid di awal tahun pelajaran pada pertemuan kelas pertama saling bercerita soal diri mereka masing-masing – mungkin soal apa yang mereka suka dan tidak suka, dan harapan mereka setelah belajar pelajaran yang diajarkan. Dengan demikian guru dan murid sama-sama berkomitment untuk mengatakan: “We dare to discover our talents” karena itulah esensi pendidikan – menemukan bakat dan kemampuan sebagai bekal membangun hidup yang lebih baik dan beradab…

Selasa, 12 April 2011

Membangun Karakter Melalui Proses


Membangun Karakter Melalui Proses 
oleh Eddy Sukmana



Orientasi proses
Mencermati geliat pendidikan di Indonesia, ada masa di mana pendidikan itu terasa bergairah. Pendidikan ditaburi dengan banyaknya presetasi yang membanggakan dari peserta didiknya, baik di tingkat sekolah, nasional, maupun internasional. Nama bangsa Indonesia ini terangkat sedemikian rupa ketika seorang siswa atau mahasiswa memenangkan suatu perlombaan, seperti olimpiade dan perlombaan lainnya.


Sayangnya gairah itu tidak dapat dinikmati oleh semua peserta didik di Indonesia. Pendidikan di Indonesia jika ditengok dari jagat angkasa maka yang terlihat adalah seperti awan mendung yang menyelimuti bumi. Hanya sedikit awan putih yang menghiasi pendidikan kita. 

Secara umum dalam pendidikan kita terasa ada banyak  kesedihan dan tak jarang ada kekecewaan di dalamnya. Hal itu dikarenakan tidak sedikit peserta didik  yang harus menelan pil pahit dari sistem penilaian dalam pendidikan kita. Bagaimana tidak jika hampir setiap tahunnya ada ratusan siswa di indonesia harus mengulang atau bahkan tidak lagi melanjutkan pendidikannya setelah hampir tiga tahun atau lebih mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Ironinya, pelajarlah yang selalu menjadi kambing hitam  dari permasalahan tahunan itu. Mereka dicap pemalas, tidak belajar dengan tekun atau bahkan tidak berprestasi. Jika cap-cap itu menempel, lalu mereka harus apa. Banyak dari mereka yang hanya mampu menangis dan menerima predikat tidak lulus, pemalas, atau bahkan tidak pandai. Padahal, pada kenyataanya yang gagal menembus dinasti Ujian Akhir Nasional itu, tidak sedikit pelajar-pelajar yang memiliki banyak prestasi bahkan unggul dalam pelajaran di sekolahnya.

Orientasi dari Ujian Akhir Nasional terlihat hanya pada hasil. Tujuannya yang dibungkus dengan istilah "untuk menguji kemampuan" hanyalah menjadi sebuah kedok dari lemahnya penilaian pada UAN. Penilaian yang diambil pada UAN hanyalah terbatas pada beberapa mata pelajaran saja, sedangkan untuk menguji kemampuan sesorang perlu ditinjau dari banyak aspek. Peninjauan dari beberapa mata pelajaran itu seakan akan hanya mengkotak-kotakan kemampuan seseorang. Kotak itu dibaratkan seperti alat pencetak kue yang hanya mencetak bentuk yang sama.

Sistem seperti mesin cetak itu lah yang kemudian membuat  banyak peserta didik terjebak pada budaya instan yang menutup sebelah mata pada proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan.  Untuk sekedar lulus, mereka berusaha dengan cara apa pun untuk menyeimbangkan sistem pendidikan yang juga  hanya melihat hasil akhir. Tidak jarang, cara yang ditempuh adalah cara yang kurang tepat, seperti membeli soal atau mencari kunci jawaban sebelum ujian. 

Banyaknya kasus kebocoran soal dan jawaban menjelang Ujian akhir menjadi salah satu indikator bahwa para peserta didik sangat "ketakutan" dengan sistem penilaian UAN yang belum tentu dapat menjamin 100% keberhasilan dari upaya keras melalui pembelajaran.

Proses lebih dahulu dari hasil

Kita sering  kali tidak menyadari bahwa sebenarnya proses lebih dahulu dari pada hasil. Yang lebih banyak kita pahami adalah hasil merupakan ukuran untuk melihat bahwa seseorang mampu atau tidak.

Sebagai sebuah analogi, saat seseorang lahir, yang pertama kali dilakukannya adalah menangis bukan bernyanyi. Apakah kita tau saat anak itu lahir bahwa ia akan menjadi seorang penyanyi. Proseslah yang akan menunjukan bahwa ia akan menjadi penyanyi atau tidak. Atau ketika seorang anak belajar berjalan, pasti diawali dengan merangkak terlebih dahulu. Tidak jarang dalam proses belajar itu, anak tersebut terjatuh saat berusaha berjalan. 

Saat terjatuh dan bangkit lagi itulah yang kita sebut sebagai sebuah proses.

Proses bukan sesuatu yang tiba-tiba ada atau tiba-tiba mengalami perubahan. Bumi kita ini sebenarnya sudah mengajarkan sebuah proses di mana setiap perubahan di dalamnya tidak serta merta berubah secara tiba-tiba tanpa proses. Coba saja kita lihat bagaimana sebuah pohon bisa menghasilkan buah yang banyak dan enak untuk dimakan. Semuanya berawal dari sebuah biji atau bibit yang kecil. Setiap hari harus terus dirawaat dan mendapatkan cahaya yang cukup, air yang cukup dan pupuk yang cukup juga. Hal itu tidak dilakukan satu atau dua hari tetapi berhari-hari bahkan ada yang harus berbulan bulan dan bertahun tahun. 

Barulah setelah dirawat sekian lama, buah pun akan nampak dan pada akhirnya dapat dipanen untuk lalu dinikmati. Tidak bisa bahwa begitu bibit ditanam satu atau dua jam berikutnya langsung berbuah. Semuanya harus menjalani yang dinamakan proses.

Sayangnya hal itu tidaklah disadari dalam pola pendidikan kita. Lemahnya kebiasaan yang mengabaikan proses membuat ungkapan-ungkapan seperti kamu anak bodoh, kamu anak malas, kamu anak tidak berprestasi atau kamu tidak akan lulus mudah terucapkan dan melekat pada peserta didik. Sebenarnya, Jika sebuah proses itu dijalani dan dihargai maka niat untuk berusaha pun akan tumbuh.Tetapi jika tidak ada rasa penghargaan terhadap proses maka akan semakin banyak orang berfikir untuk apa bersusah payah mengusahakan sesuatu jika yang didapat hanyalah celaan atau penilaian yang buruk. 

kegagalan dipandang bukan sebagai bagian dari proses tetapi hanya sebagai sebuah hasil akhir.

Orang yang berhasil akan melihat kegagalan itu sebagai sebuah bagian dari proses panjang yang harus dialami dan dijalani. Sehingga ketika ia berhasil mencapai yang diinginkan , seseorang akan sadar betul akan perjuangan yang telah ia jalani dan akan menjadikan keberhasilan sebagai sebuah pijakan untuk melalukan hal yang lebih baik lagi.

Sebuah Perubahan
Untuk dapat membawa penilaian pada orientasi proses, perlu ada inovasi terhadap bentuk dari pola pembelajaran dan ujian di sekolah atau di lembaga pendidikan. Selama ini bentuk ujian yang ada adalah soal-soal pertayaan. Dan yang dijadikan nilai adalah benar dan salah. Jika benar dapat nilai namun jika salah ya tidak mendapatkan nilai. Semua diukur dengan sudut pandang benar atau salah.

Untuk dapat mengarah pada orientasi proses maka bentuk pembelajaran dan ujiannya pun harus berbentuk sebuah proses . Contohnya untuk ujian bahasa indonesia, peserta didik tidak selalu harus menjawab pertanyaan teoritis atau pun memilih mana yang benar atau salah. Dapat saja dalam jangka waktu tertentu misalnya satu semester, secara sendiri atau secara kelompok, mereka membuat kumpulan cerpen atau artikel yang dipublikasikan di media massa atau pun diterbitkan menjadi sebuah buku. Dari situ mereka akan lebih banyak belajar bahkan menerapkan teori-teori yang pernah diajarkan. Tidak hanya itu proses dalam pembuatan juga merupakan bagian dari penilaian perkembangan pribadi peserta didik. Di mana ketika mereka harus mencari ide, beradu argumen dengan teman temannya sendiri, atau bahkan ketika harus menjaga mood agar tetap stabil juga merupakan bagian dari penilian. Apakah mereka mampu mengeloh ide dan emosi mereka. Atau apakah mereka mampu mengatur waktu dan menjadi tangguh dalam tekan.

Proses penilai seperti ini tentu akan lebih berkesan bagi peserta didik, kerena mereka akan berkembang tidak hanya dalam satu sisi pendidikan namun mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan tahan banting dalam kesulitan.

Jika kita sempat memperhatikan iklan lowongan pekerjaan, yang juga tertulis adalah mampu bekerja dalam tim dan mampu berada dalam tekanan. Itu artinya dunia pekerjaan membutuhkan calon calon pekerja yang mampu mengolah pribadinya dan mampu berjuang dalam kesulitan. Bukan calon pekerja yang hanya bisa mengatakan benar atau salah.


Peran institusi pendidikan
Peran sebuah institusi atau lembaga pendidikan dalam mem-pola anak didiknya sangatlah penting. Hampir separuh waktu dalam 24 jam, seorang pelajar atau peserta didik menghabiskan waktu di tempat belajar seperti sekolah atau kampus. Belum lagi saat ini sering kali anak anak usia sekolah dijejali dengan kursus ini dan itu. Artinya bahwa waktu yang digunakan untuk pendidikan cukup banyak.

Masalahnya saat ini adalah di manakah peserta didik itu akan ditempatkan agar mereka berada di tempat yang tepat sehingga kelak mereka dapat menjadi pribadi yang memiliki keunggulan.

Atas dasar itu, tidak sedikit yang berlomba lomba untuk mencari dan memasukan anak anaknya ke institusi atau lembaga pendidikan yang dilihat baik dan memiliki keunggulan. Harapannya adalah agar anak anak  atau peserta didik tersebut dapat berkembang.

Geliat dan atusias kebanyakan orang yang ingin memilih tempat yang terbaik, dimanfaatkan dengan tepat oleh sebagian besar institusi pendidikan untuk menjaring sebanyak banyaknya perserta didik. Hasilnya adalah  gaya pendidikan kita pun berubah.

Gaya Institusi pendidikan kita telah bergeser, dari sebagai tempat mendidik menjadi tempat berdagang. Peserta didik dikenakan biaya ini dan itu dengan bungkusan kalimat atau kata kata yang halus, seperti uang pembangunan, uang sukarela, atau bahkan uang seragam dan lain lain. Semuanya itu hanyalah sebuah bungkusan dari sebuah kalimat yang bila diterjemahkan menjadi bayarlah sejumlah uang agar dapat bersekolah atau belajar di institusi ini.

Hal itu diperparah dengan paradigma bahwa institusi pendidikan yang dikatakan baik pastilah identik dengan harga yang mahal. Sehingga banyak orang berjerih payah guna memenuhi tuntutan biaya tersebut agar mampu mendapatkan yang terbaik.  Banyak orang berfikir bahwa harga yang mahal pastilah kwalitasnya pun baik. Namun pandangan tersebut akan lebih tepat jika diterapkan pada jual beli barang. Bukan pada sebuah paradigma pendidikan dan tempat pendidikan.

Jadi pendidikan itu harus murah? Tidak. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Banyak biaya yang harus dikeluarkan guna menunjang sebuah pendidikan. Namun mahalnya pendidikan tidaklah selalu menjamin kualitas, begitu pula dengan murahnya pendidikan. Tidak sedikit juga, institusi pendidikan mengenakan biaya murah atau bahkan pendidikan gratis malahan tidak bekualitas.

Mengukur sebuah peran dari sebuah institusi pendidikan atau lembaga pendidikan bukan lah serta merta dari biayanya saja. Tapi harus dilihat bagaimana tempat itu menjalani proses pembelajaran dan mengetahui apa yang menjadi pola di dalamnya. Jika dalam sebuah tempat pendidikan lebih menekankan pada hasil maka perlu lagi dicermati apakah tempat itu berkualitas atau tidak. Banyak tempat pendidikan yang “menjual” dengan cara mempromosikan bahwa ditempat mereka pasti akan lulus 100% atau pasti akan mudah bekerja. Padahal lulus 100 persen atau mudah bekerja hanyalah hasil yang dicapai. Namun jika di dalamnya tidak ada proses yang baik tentu lulusan dan calon pekerja tersebut hanya akan sekedar lulus dan bekerja. Kemampuan hidup mereka (live skill) dan mental tidak teruji, sehingga sesudah lulus atau masuk ke dunia pekerjaan banyak dari mereka yang dengan mudah menyerah pada tantangan dan tuntutan yang lebih berat.

Sehingga yang harus menjadi prioritas dari peran institusi pendidikan adalah membangun kemampuan hidup dan mental dari peserta didik. Dengan kemampuan hidup dan mental yang baik, akan dapat dipastikan peserta didik akan selalu siap dengan tantangan dan kesulitan. Mereka tidak akan mudah mengeluh dan menyerah pada kesulitan.

Membangun kemampuan hidup dan mental
Untuk membagun hal tersebut harus pertama tama disadari bahwa ini adalah sebuah proses. Tidak akan tiba tiba dimiliki atau menjadi sebuah kesatuan dengan kehidupan kita. Banyak orang mengatakan belajarlah dari pengalaman karena pengalaman adalah guru yang baik. Belajarlah dari pengalaman yang baik agar menjadi lebih baik. Belajarlah dari kegagalan untuk menjaga agar tidak masuk ke dalam kegagalan yang sama.

Itulah yang kita butuhkan untuk dapat mulai mengasah kemampuan hidup dan mental. Karena dengan hal itu, ketika kita berhasil kita akan sadar pada proses yang dilalui dan akan mencatatnya dalam benak dan hati kita untuk kemudian diterapkan kembali pada keberhasilan selanjutnya. Begitu pula ketika kita gagal, kita akan melihat bahwa kegagalan itu adalah sebuah pengalaman yang baik untuk memicu kita menjadi lebih baik lagi, bukan malah menjadikan kita putus asa dan merasa bahwa tidak akan pernah berhasil.

Selain itu, paradigma dalam melihat suatu tantangan dan kesulitan pun harus digeser 45 derajat agar kita mampu melihat dari sudut yang berbeda. Contohnya adalah ketika kita tidak lagi dapat mengubah pola ujian yang hanya mengetengahkan benar dan salah serta harus mengikuti pola ujian yang mengedepankan angka maka yang perlu kita lihat dari sudut yang berbeda adalah proses sebelum kita menyiapkan ujian tersebut. Ketika menyiapkan ujian, kita tentu harus belajar dan menyisihkan waktu lebih banyak untuk belajar. Hal itu akan mengorbankan beberapa keinginan kita yang lain seperti  keinginan untuk jalan jalan dengan teman-teman atau menonton film terbaru.

Di saat kita memilih untuk belajar, mengatur waktu atau jadwal dan mengurangi waktu untuk kesenangan kita, di sanalah proses pendidikan  sedang berlangsung. Tanpa kita sadari atau kita sadari bahwa kemampuan kita dalam memilih prioritas sedang diasah dan itulah yang kelak akan lebih berguna dalam dunia pekerjaan atau pun kehidupan sehari hari. Selain itu mental kita pun sedang dibentuk dalam proses tadi. Di mana mental sebagai orang yang mau berusaha dan tidak mudah menyerah sedang dikembangkan.

Dalam konteks ini, pergeseran paradigmalah yang dibutuhkan. Kita tidak bisa selalu menyalahkan sistem yang sudah ada atau mengeluh dengan situasi yang sedang kita hadapi. Berada dalam keluhan dan ketidak berdaya bukanlah sebuah mental yang tepat untuk mampu menghadapi kesulitan. Karena kita akan selalu berada dalam kurungan ketidak berdayaan jika hanya berfikir bahwa situasi diluar kita tidak mendukung perubahan kita.

Pergerseran paradigma ini juga merupakan sebuah proses yang perlu disadari bahwa untuk mencapai paradigma tersebut membutuhkan waktu dan tahap yang bekesinambungan. 

Ibarat batu karang yang keras, sekeras kerasnya batu itu akan berlubang juga ketika ada tetesan air yang jatuh diatasnya terus menerus. Tidak bisa hanya satu tetes. Artinya sebuah pembentukan karakter membutuhkan sebuah proses pembiasaan. Sehingga dengan proses kebiasaan hal baik yang kita lakukan akan menjadi karakter kita yang tidak mudah untuk berubah. Contohnya ketika kita membiasakan diri dari saat ini untuk tidak lagi menunda pekerjaan dan selalu mengerjakan pekerjaan dengan tepat waktu maka lama kelamaan hal itu akan menjadi bagian dari karakter kita yang tidak hanya dilihat oleh diri sendiri tetapi juga dilihat oleh orang lain.

Karakter merupakan perkembangan dari kebiasaan. Dan kebiasaan merupakan kumpulan dari keinginan kuat untuk bisa membiasakan diri. Jadi, ketika kita ingin melakukan perubahan paradigma dan kebiasaan kita pun perlu memiliki keinginan (will) yang kuat. Jika perkembagan karakter dan perubahan positiflah  yang kita inginkan maka sadarilah itu sebagai sebuah proses dan tekunilah itu sebagai sebuah kebiasaan. Jadikanlah itu sebagai pola pendidikan yang lebih diunggulkan minimal bagi diri sendiri dari pada sekedar mengejar pendidikan formal yang lebih berorientasi pada angka.