Ketika Angklung Menyatukan Perbedaan
oleh: Roseanty de Saint Vis (Asisten Direktur YSS)
Kekayaan budaya dan kesenian Indonesia sering membuat negara lain kagum dan berusaha untuk dapat belajar banyak dari Negara kita. Banyak dari budaya dan kesenian kita lahir dari permainan lokal rakyat, yang kemudian menjadi budaya nasional, seperti Angklung.
Angklung identik dengan musik kesenian daerah khas Jawa Barat, akan tetapi pada jaman dahulu di beberapa daerah seperti Bali, Madura dan Kalimantan Selatan, kesenian Angklung juga digunakan untuk mengiringi upacara-upacara sakral seperti ngaben di Bali, arak-arakan di Madura dan tari kuda gepang di Kalimantan Selatan Atau bahkan di Serang, digunakan sebagai pengiring mantera pengobatan orang sakit atau menolak wabah penyakit.
Sejak kapan Angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti, namun Angklung tertua dengan usia mencapai 400 tahun, merupakan Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat.
Daeng Soetigna, lahir di Garut 13 Mei 1908 dan menetap di Kabupaten Kuningan, adalah orang yang berhasil mengembangkan Angklung menjadi Angklung diatonis (Angklung modern) yang sekarang dikenal secara internasional. Beliau dikenal sebagai the father of Angklung. Tokoh penting lain dalam perkembangan Angklung modern di Jawa Barat adalah Udjo Ngalagena. Berkat usaha kerja keras dari kedua tokoh ini, maka Angklung saat ini dapat disejajarkan dengan musik barat. Terkenalnya musik tradisional angklung Jawa Barat ini membuat banyak pihak dari Negara lain mengklaim bahwa Angklung adalah tradisi kesenian lokal mereka.
Ditengah maraknya pengklaiman musik Angklung, SMP Santo Yusup Bandung, mendapat kehormatan untuk menunjukan kepiawaian siswa-siswanya dalam memainkan Angklung di Singapura pada kegiatan “1st Singapore Angklung Symposium” yang diselenggarakan di Raflles Girls’ School, tanggal 16-17 Juni 2008. Pertunjukan konser Angklung ini mendapatkan sambutan luar biasa meriah dari perwakilan/peserta, khususnya dari 10 sekolah di Singapura.
Perbedaan bentuk-bentuk fisik angklung mampu disatukan dalam harmonisasi nada yang indah. Peserta dibuat terpukau dan kagum dengan kecekatan siswa siswi SMP Santo Yusup memainkan lagu-lagu daerah Indonesia, lagu-lagu barat sampai musik klasik dengan angklung. Suatu prestasi yang cukup diacungkan jempol.
Keberhasilan 31 siswa siswi SMP Santo Yusup tidak terlepas dari keterlibatan Kepala Sekolah, Guru dan Pemangku Kepentingan dilingkup jajaran SMP Santo Yusup. Kegiatan ekstrakulikuler yang bukan saja menumbuh kembangkan minat siswa siswi dalam musik tradisional Angklung, tetapi mampu membuat siswa siswi SMP Santo Yusup mencintai dan menyadari peran mereka dalam melestarikan musik Angklung. Tidak hanya itu, Angklung mampu menyatukan perbedaaan ras dan budaya siswa siswi dalam ketukan nada-nada yang mampu membuat kita terhanyut dalam keharuan.
Hal yang perlu dicontoh bagaimana kegiatan ekstrakulikuler yang tadinya hanya merupakan kegiatan internal sekolah, mampu berkembang menjadi andalan dan kebanggaan sekolah secara eksternal. Bhineka Tunggal Ika dapat terlihat ketika Angklung menyatukan perbedaan dalam ketukan irama secara harmoni.
Hal paling penting adalah semua pihak dapat menghargai proses dan bukan hasil.
BalasHapusYadi Mulyadi
www.MusikAngklung.com